Pengalaman Penulis: Lulus Sidang Skripsi Kurang Dari 2 Bulan Sampai Terancam Drop Out

 

Sumber: Pexels.com/Dids
Sebelum saya berbagi pengalaman beharga ini, tentunya salam hangat buat teman-teman semua yah? Semoga dalam keadaan sehat dan semuanya dalam keadaan baik-baik saja.

Untuk artikel ini, penulis menggunakan subjek "saya" aja yah? Biasanya sih mimin supaya lebih santai dibaca.

Mungkin banyak diantara pengunjung artikel ini adalah mahasiswa yang saat ini akan menghadapi ujian skripsi. Mungkin juga, beberapa visitor diartikel ini adalah mahasiswa yang sekedar penasaran atau jangan-jangan masih semester muda tapi sudah overthinking atau dihantui skripsi.

Siapapun dan apapun motif kalian tentunya kalian pasti ingin berhasil menghadapi ujian skripsi dengan maksimal dan lulus. Menggapai karir impian, membahagiakan orang tua dan semua orang yang kalian cintai.

Saya adalah mahasiswa di salah satu kampus ternama di kota saya. Sengaja tidak disebutin karena saya respect banget dengan tenaga pendidik disana. Bukan hal negatif namun, karena saya merasa pemikiran orang berbeda-beda, sehingga kawatirnya sih ditarik ke pemikiran negatif atau salah pengertian.

Jurusan saya adalah Teknik Informatika. Bagi kalian pasti tahu dong yang jurusan Informatika. Bahwa Teknik Informatika ga cukup penelitian aja, ga cukup dokumen skripsi aja, ga cukup power poinya aja, tapi juga harus ada software atau aplikasi hasil developing kita.

Kebayang kan? Suruh bikin aplikasi, tapi juga penelitian, dan naskah tentunya. Mungkin jika dibandingkan dengan skripsi jurusan non teknik seperti pendidikan tidak akan sampai sebanyak itu.

Nah, jujur aja nih. Saya itu sebenarnya adalah mahasiswa yang akan menginjak semester 14 saat itu. Semester berapa? Betul sekali. Mengapa sampai semester 14 belum lulus juga?

Ini nih yang menjadi salah satu penyesalan sekaligus tantangan bagi saya. Karena suatu hal, saya mengetahui bahwa Ibu saya membiayai kuliah saya dengan hutang.

Sumber: Pexels.com/Pixabay


Sehingga orientasi saya yang saat itu enjoy dengan perkuliahan tiba-tiba dihantui dengan rasa tanggung jawab sebagai seorang anak untuk membantu ekonomi keluarga.

Akhirnya saya diam-diam bekerja. Hal itu saya lakukan semenjak dari semester 2-14. Pekerjaan saya adalah operator warung internet dan foto copy. Singkat cerita, saya mendapatkan pekerjaan shift malam. Karena pilihanya saat itu adalah shift pagi atau shift malam. Ga mungkin sih memilih shift pagi, karena perkuliahan saya itu pagi tentunya.

Dari sinilah saya menjadi tidak fokus berkuliah, banyak diantara mata kuliah yang absenya bolong-bolong karena saya tidak bisa bangun pagi. Kecapean karena saya biasa tutup shift jam 12 kadang juga lembur.

Akhirnya dari semester 2-7 saya menyadari banyak sekali mata kuliah saya yang mendapat nilai dibawah C, sehingga mau tak mau saya wajib mengulang. Disaat itulah saya sempat down.

Entah ada angin apa, suatu hari ditempat kerja saya didatangi pelanggan yang ternyata satu kampus dengan saya. Saya menanyakan perihal nama kelasnya yang aneh. Yaitu kelas prosus.

Usut punya usut ternyata kampus saya memiliki program kelas malam untuk para pekerja. Begitu terkejut sekaligus seakan mendapat angin segar. Lantas segera, saya urus kepindahan kelas reguler menuju kelas prosus.

Semenjak kepindahan itu, saya sering mengikuti kelas perkuliahan malam. Terkadang online, terkadang juga offline. Sayangnya banyak nilai perkuliahan yang harus saya ambil kembali sampai pada akhirnya semua selesai pada semester 13.

Sayang beribu sayang karena mata kuliah skripsi merupakan mata kuliah semester genap, sehingga mau tidak mau saya harus berdiam diri sejenak sampai semester 14.

Menjelang semester 13 ini, seperti yang kita tahu pada tahun 2020 mendadak dunia digemparkan dengan virus Covid-19, yang pada akhirnya membuat saya harus diberhentikan dari pekerjaan sebelumnya dikarenakan warnet dan foto copy telah berhenti operasi. Maklum sih, sekolah tutup, murid belajar dirumah dan terjadi pembatasan berskala besar.

Singkat cerita diawal-awal tahun 2021, saya mendapatkan pesan WhatsApp dari sebuah nomor tanpa foto. Akun WhatsApp itu menyatakan diri sebagai wali kelas saya dan menyampaikan bahwa saya terancam drop out karena belum lulus sampai semester.

Sumber: Pexels.com/Alok Sharma


Melihat pemberitahuan seperti itu, asam lambung saya serasa naik. Namun, tetap saya tanyakan solusi dari dosen wali kelas saya. Beliau dengan sabar menjelaskan yang inti solusinya adalah mengurus skripsi. Jika lulus saya berhasil wisuda, jika tidak maka otomatis saya drop out karena tidak ada lagi semester lanjutan.

Dengan penuh tekanan, saya menyanggupi dan memang harus sanggup. Sudah membayar sangat banyak dan pada akhirnya drop out adalah kerugian yang besar menurut saya, selain itu yang terpenting adalah cita-cita Ibu saya.

Akhirnya pendaftaran skripsi dibuka pada bulan Juni awal 2021. Saya bergegas melakukan pembayaran. Akhirnya saya mendapatkan dosen pembimbing. Tanpa jeda lagi, segera saya menemui dosen pembimbing untuk berkonsultasi perihal judul.

Diacc? Belum sampai diacc dosen pembimbing saya menyatakan tidak sanggup mebimbing saya. Kok bisa? yah, beliau bilang jika skripsi saya mengambil konsentrasi multimedia sedangkan beliau berkonsentrasi kepada pemrograman berorientasi objek,

Melihat teman-teman perjuangan skripsi saya yang mulus, terkadang terbenak mengapa saya yang dipersulit. Meski begitu gundah, saya akhirnya mencoba mencari solusi dengan menghubungi kepala produ Teknik Informatika. Pada akhirnya saya disandingkan dengan dosen pembimbing multimedia.

Juni awal saya bekerja mengerjakan Bab 1 sampai 3 dan selesai tepat disekitaran tanggal 20 Juni 2022. Sebelumnya saya sudah berkonsultasi dengan dosen pembimbing 1. Setelah 2x revisi, saya akhirnya diacc untuk mengikuti seminar proposal.

Tepat sekitar akhir Juni, saya menjalani seminar proposal. Meskipun secara daring tapi ternyata tidak kalah menegangkan dengan offline. Jika biasanya dosen penguji akan saling ngobrol saat kita presentasi, diujian daring yang saya rasakan dosen begitu memperhatikan dengan seksama.

Singkat cerita, saya dinyatakan lulus dengan revisi. Beban sedikit demi sedikit berkurang setelah hal tersebut. Jadi apakah sampai disini? Belum sih. Karena ujian sebenarnya baru dimulai.

Sumber: Pexels.com/Andrea Piacquadio


Selang beberapa hari dari kelulusan seminar proposal, Ibu saya didiagnosa mengidap Covid-19, dan 2 hari setelah itu Ibu saya mengeluh sesak nafas yang pada akhirnya saya harus mengantar Ibu saya ke rumah sakit dijam subuh.

Dari kejadian itu, proses saya meneliti, membuat dokumen, merancang aplikasi tersendat. Karena saya harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantar barang-barang yang diperlukan. Seperti tisu, air putih, buah-buahan, vitamin, permen dan lain-lain. Itu saya lakukan selama 1 bulan lebih.

Pada sekitar tanggal 5 Juli 2021, rumah sakit mengabarkan bahwasanya Ibu saya meronta dan bahkan sempat keluar dari ruang isolasi. Saya sebagai keluarga diminta ke rumah sakit untuk menenangkan. Akhirnya proses pengerjaan skripsi saya tertunda kembali.

Dengan fikiran saya yang masih dibayangi berbagai masalah, saya memantapkan diri memakai baju pengaman diri yang putih-putih itu dan menutupi dari ujung kepala sampai kaki layaknya petugas rumah sakit. Untuk informasi, saya saat itu tinggal bersama nenek dan bibi serta adik keponakan laki-laki. Sedangkan Ibu dan ayah saya tinggal di tempat yang berbeda.

Sialnya, karena kepanikan dari nenek saya terhadap Ibu saya. Lewat perantara bibi saya, beliau menelfon pihak rumah sakit. Pihak rumah sakit menjawab bahwa saya sedang berada di ruang isolasi bersama Ibu saya.

Seketika itu, saya ditelfon bibi saya, dimarahi bahkan tidak diperbolehkan pulang karena takut saya membawa virus Covid-19 ke rumah nenek. Akhirnya, sayapun terpaksa mencari kos-kosan murah dengan wifi karena saya harus segera menyelesaikan skripsi jika tidak mau drop out.

Setelah kejadian tersebut, saya segera melakukan tes rapid antigen. Meski hasilnya negatif, karena isu-isu yang beredar saat itu, bibi saya tetap ragu dan saya tetap disuruh diluar rumah sampai 17 hari-1 bulan untuk melihat apakah ada gejala.

Singkat cerita saya menjalani proses pengumpulan data, penelitian, wawancara daring, angket, pembuatan aplikasi dan naskah skripsi di kos-kosan. Dengan kondisi seperti asam lambung yang kambuh, akhirnya saya mampu menyelesaikan seluruh aspek skripsi saya dalam waktu 2 minggu, tepat sekitar tanggal 27 Juli 2021.

Sumber: Pexels.com/Steve Johnson


Sebelumnya, saya juga telah berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan mendapat revisi sebanyak 1x dari dosen pembimbing 1 dan 1x dari dosen pembimbing 2. Benar-benar beruntung. Pada akhirnya saya mengajukan skripsi saat itu juga.

Tepat pada tanggal 2 Agustus 2021, saya dijadwalkan untuk mengikuti sidang skripsi pada jam pertama. Namun, karena entah ada kendala apa. Saya menjadi urutan yang paling akhir.

Tepat pukul 11 siang saya dipersilahkan untuk memulai persentasi. Pertanyaan demi pertanyaan datang, beberapa ada yang bisa saya jawab dengan yakin beberapa ada yang masih dibantu oleh dosen penguji untuk memperjelas lagi.

Saya tidak menyangka sidang skripsi saya saat itu lebih cepat dari seminar proposal dan saya dinyatakan lulus dengan revisi. Seketika, beban berat dipundak saya berangsur-angsur menghilang.

Dan segera saya menunaikan sholat Dhuhur lalu tertidur pulas.Tepat dibulan Oktober saya menjalankan prosesi wisuda secara offline, saat itu Ibu saya juga sudah sembuh dan dinyaakan negatif.

Nah, itu tadi nih cerita pengalaman mimin, hehe jadi mimin lagi. Yah, pengalaman mimin dalam menempuh sidang skripsi. Tidak mudah memang, tapi mimin bersyukur banget diberi kekuatan dan kemampuan oleh Allah SWT untuk menjalaninya.

Pada akhirnya semua akan baik-baik saja dan semua akan menjadi memori indah bagi kita. Jadi, buat teman-teman yang saat ini akan menjalani skripsi, mimin berpesan jangan pernah menunda meski waktu masih lama, bekerja keras, berdoa dan jangan memforsir diri kamu berlebihan.

Semoga teman-teman mampu menjalani ujian skripsi dengan baik dan lulus dengan hasil yang sesuai.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter